Peran Manfesto Politik 1925, Kongres Pemuda 1928, dan Kongres Perempuan Pertama

Peran Manfesto Politik 1925, Kongres Pemuda 1928, dan Kongres Perempuan Pertama, Manifesto Politik 1925, Sumpah Pemuda 1928, Kongres Perempuan Indonesia.

1. Manifesto Politik 1925

Manifesto Politik adalah suatu pernyataan terbuka tentang tujuan dan pandangan seseorang atau suatu kelompok terhadap negara.

Konsep manifesto politik Perhimpunan Indonesia sebenarnya telah dimunculkan dalam Majalah Hindia Poetra edisi Maret 1923, akan tetapi Perhimpunan Indonesia baru menyampaikan manifesto politiknya secara tegas pada awal tahun 1925 yang kemudian dikenal sebagai Manifesto Politik 1925.

Cita-cita Perhimpunan Indonesia tertuang dalam 4 pokok ideologi dengan memerhatikan masalah sosial, ekonomi, dan menempatkan kemerdekaan sebagai tujuan politik yang dikembangkan sejak tahun 1925 dengan rumusan sebagai berikut.

a. Kesatuan nasional

Mengesampingkan pembedaan-pembedaan sempit yang terkait dengan kedaerahan, serta dibentuk suatu kesatuan aksi untuk melawan Belanda guna menciptakan negara kebangsaan Indonesia yang merdeka dan bersatu.

b. Solidaritas

Terdapat perbedaan kepentingan yang sangat mendasar antara penjajah dengan yang dijajah (Belanda dengan Indonesia). Oleh kerena itu, tanpa membeda-bedakan antarorang Indonesia, maka harus menyatukan tekad untuk melawan orang kulit putih.

c. Nonkooperasi

Harus disadari bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah. Oleh karena itu, hendaklah dilakukan perjuangan sendiri-sendiri tanpa mengindahkan lembaga yang telah ada yang dibuat oleh Belanda seperti Dewan Perwakilan Kolonial (Volksraad).

d. Swadaya

Perjuangan yang dilakukan haruslah mengandalkan kekuatan diri sendiri. Dengan demikian, perlu dikembangkan struktur alternatif dalam kehidupan nasional. Politik, sosial, ekonomi hukum yang kuat berakar dalam masyarakat pribumi dan sejajar dengan administrasi kolonial (Ingelson, 1983: 5).

Dalam rangka merealisasikan keempat pikiran pokok tersebut diwujudkan ideologi. Manifesto politik di atas menggambarkan tujuan yang hendak dicapai bangsa Indonesia dan cara-cara untuk mencapai tujuan.

Tujuan bangsa Indonesia sudah jelas, yaitu kemerdekaan bangsa dan tanah air.Kemerdekaan bangsa Indonesia harus dicapai dengan persatuan dan melalui usaha sendiri serta aksi massa yang sadar.

Adanya perjuangan dan asas Perhimpunan Indonesia yang jelas dan tegas tersebut sangat menggugah semangat perjuangan dan persatuan bangsa Indonesia, khususnya di kalangan pemuda, sehingga mendorong lahirnya Sumpah Pemuda.

2. Sumpah Pemuda 1928

a. Kelahiran Sumpah Pemuda

Sejak dirintisnya organisasi yang bersifat nasional Budi Utomo, pemuda juga tergugah untuk membentuk organisasi-oganisasi yang memperjuangakan nasib bangsanya. Semula di Indonesia terdapat macam-macam organisasi pemuda yang pada awal kemunculannya dapat dibedakan menjadi tiga macam:

1) Bersifat kedaerahan

Tumbuhnya organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan ditandai dengan berdirinya organisasi Tri Koro Dharmo. Organisasi ini berdiri pada tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta.

Pendirinya seorang mahasiswa kedokteran bernama Satiman Wiryosanjoyo, Kadarman, Sunardi, dan beberapa pemuda lainnya.Pada tahun 1918 namanya diubah menjadi Jong Java.

Kemudian disusul berdirinya organisasi-organisasi pemuda yang lain yang bersifat kedaerahan. Antara lain Jong Sumantra Bond, Jong Selebes, Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Batak, dan Sekar Rukun (Pasundan).

Berdirinya organisasi-organisasi pemuda kedaerahan ini merupakan tanda-tanda tumbuhnya kesadaran berorganisasi yang pada akhirnya menumbuhkan kesadaran nasional.

2) Bersifat nasional

Tumbuhnya kesadaran nasional di kalangan pemuda ditandai dengan berdirinya organisasi-organisasi pemuda yang bersifat nasional, antara lain Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) dan Pemuda Indonesia.

3) Bersifat keagamaan

Organisasi-organisasi pemuda yang bersifat keagamaan, antara lain Jon Islami Bond, Anshor Nahdatul Ulama, Pemuda Muhammadiyah, Persatuan Pemuda Kristen, dan Persatuan Pemuda Katholik.

Pemuda-pemuda tersebut termotivasi oleh keinginan untuk bersatu dan kesadaran bahwa kemerdekaan Indonesia
akan tercapai hanya dengan persatuan.

Untuk menggabungkan semua organisasi kedaerahan menjadi satu kesatuan, mereka mengadakan Kongres Pemuda Indonesia. Selama zaman penjajahan Belanda, Kongres Pemuda Indonesia diselenggarakan tiga kali:

1) Kongres Pemuda Indonesia I, berlangsung di Jakarta pada tahun 1926

Pada Kongres Pemuda Indonesia I yang berlangsung tanggal 30 April – 2 Mei tahun 1926 di Jakarta telah diikuti oleh semua organisasi pemuda. Namun, Kongres Pemuda Indonesia I belum dapat menghasilkan keputusan yang mewujudkan persatuan seluruh pemuda. Kongres Pemuda Indonesia I hanyalah persiapan Kongres Pemuda Indonesia II.

2) Kongres Pemuda Indonesia II, berlangsung di Jakarta pada tahun 1928 

Kongres Pemuda Indonesia II pada tanggal 27 – 28 Oktober berlangsung di Jakarta. Pusat penyelenggaraan kongres tersebut di Gedung Indonesische Club di Jl. Kramat Raya 106, tetapi keseluruhan sidang diselenggarakan di tiga tempat. Pemuda bekerja keras mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, termasuk menyusun panitia kongres.

Pada malam penutupan tanggal 28 Oktober 1928, Kongres Pemuda Indonesia II mengambil keputusan sebagai berikut.
  • Menerima lagu “Indonesia Raya” ciptaan W.R. Supratman sebagai lagu Kebangsaan Indonesia.
  • Menerima sang “Merah Putih” sebagai Bendera Indonesia.
  • Semua organisasi pemuda dilebur menjadi satu dengan nama Indonesia Muda (berwatak nasional dalam arti luas).
  • Diikrarkannya “Sumpah Pemuda” oleh semua wakil pemuda yang hadir.

Isi Ikrar Sumpah Pemuda
  1. Kami putra dan putri Indonesia, mengakui bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
  2. Kami putra dan putri Indonesia, mengakui berbangsa satu, bangsa Indonesia.
  3. Kami putra dan putri Indonesia, mengakui menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

3. Kongres Perempuan Indonesia

Perkembangan organisasi wanita di Indonesia sebagai berikut.
  • Pada tahun 1912 berdiri organisasi wanita yang pertama bernama Putri Mardika, yang merupakan bagian dari Budi Utomo. Putri Mardika mendampingi para perempuan dalam pendidikan, memberikan beasiswa, dan menerbitkan majalah sendiri.
  • Pada tahun 1913 di Tasikmalaya berdiri organisasi Keutamaan Istri yang menaungi sekolah- sekolah yang didirikan oleh Dewi Sartika.
  • Atas inisiatif Ny. Van Deventer berdirilah Kartini Fonds. Salah satu usaha Kartini Fonds adalah mendirikan sekolah-sekolah yang disebut Sekolah Kartini di berbagai kota seperti Batavia, Cirebon, Semarang, Madiun, dan Surabaya.
  • Pada tahun 1914 di Kota Gadang, Bukittinggi, Sumatra Barat, Rohkna Kudus mendirikan Kerajinan Amal Setia. Salah satu usahanya adalah mendirikan sekolah-sekolah untuk wanita.
  • Pada tahun 1917, Siti Wardiah, istri Ahmad Dahlan mendirikan Aisyiah sebagai bagian dari Muhammadiyah.
  • Organisasi wanita lainnya yang merupakan pengembangan dari organisasi pria (pemuda) antara lain:
  1. Sarekat Putri Islam (dari Sarekat Islam).
  2. Ina Tuni (dari Jong Ambon).
  3. Jong Java Meisjekring (dari Jong Java).
  4. Jong Islami Bond Dames Afeiding (dari Jong Islami).
Adapun tokoh-tokoh wanita Indonesia yang dengan gigih berusaha memperjuangkan derajat dan emansipasi wanita antara lain:
  • RA Kartini (1879–1904).
  • Raden Dewi Sartika (1884–1947).
  • Maria Walanda Maramis (1872–1924).

a. Kongres Perempuan Indonesia I

Pada tanggal 22 Agustus 1928 di Jogjakarta diselenggarakan Kongres Perempuan Indonesia I diikuti berbagai wakil organisasi wanita di antaranya Ny. Sukamto, Ny. Ki Hajar Dewantara, dan Nona Suyatin.

Kongres berhasil membentuk Perserikatan Perempuan Indonesia (PPI) dan berhasil merumuskan tujuan mempersatukan cita-cita dan usaha memajukan wanita Indonesia serta mengadakan gabungan atau perikatan di antara perkumpulan wanita.

Pada tangal 28–31 Desember 1929 PPI mengadakan kongres di Jakarta dan mengubah nama PPI menjadi PPII (Perserikatan Perhimpunan Istri Indonesia).

b. Kongres Perempuan Indonesia II

Tanggal 20–24 Juli 1935 diadakan Kongres Perempuan Indonesia II di Jakarta dipimpin oleh Ny. Sri Mangunsarkoro. Kongres tersebut membahas masalah perburuhan perempuan, pemberantasan buta huruf, dan perkawinan.

c. Kongres Perempuan Indonesia III

Kongres Perempuan III berlangsung di Bandung tanggal 23-28 Juli 1938 dipimpin oleh Ny. Emma Puradireja, membicarakan hak pilih dan dipilih bagi wanita di badan perwakilan. Dalam kongres tersebut disetujui RUU tentang perkawinan modern yang disusun oleh Ny. Maria Ulfah, dan disepakati tanggal lahir PPI 22 Desember sebagai Hari Ibu.

Baca Juga : Pergerakan Kebangsaan Indonesia
LihatTutupKomentar