Mendeskripsikan Unsur-Unsur Budaya

Dalam menganalisis suatu kebudayaan (misalnya kebudayaan Minangkabau, Bali, atau Jepang), seorang ahli antropologi membagi seluruh kebudayaan yang terintegrasi itu ke dalam unsur-unsur besar yang disebut “Unsur-unsur Kebudayaan Universal”. Ada bermacam-macam pandangan serta argumentasi dari beberapa ilmuwan mengenai unsur-unsur kebudayaan yang disebut culture universals, salah satunya dari Koentjaraningrat.

Menurut Koentjaraningrat ada tujuh unsur kebudayaan, yaitu sebagai berikut.
  1. Bahasa (bahasa lisan dan tertulis).
  2. Sistem pengetahuan (pengetahuan tentang flora dan fauna, tentang ruang, waktu, bilangan, dan tentang tubuh manusia serta perilaku antarsesama manusia).
  3. Sistem peralatan dan perlengkapan hidup manusia serta sistem teknologi (alat-alat produksi, distribusi, dan transportasi, wadah dan tempat-tempat untuk menyimpan makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat tinggal/rumah, serta senjata).
  4. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi (berburu dan meramu, perikanan, beternak, bercocok tanam serta berdagang).
  5. Sistem religi (sistem kepercayaan, sistem nilai dan pandangan hidup, serta upacara keagamaan).
  6. Sistem kemasyarakatan/organisasi sosial (kekerabatan, sistem kesatuan hidup, asosiasi dan perkumpulan-perkumpulan, serta sistem kenegaraan).
  7. Kesenian (seni lukis dan gambar, patung, relief, rias, tari, musik, sastra dan drama).
Setiap unsur kebudayaan universal terdapat dalam ketiga wujud kebudayaan (wujud berupa sistem budaya, sistem sosial, dan unsur-unsur kebudayaan fisik). Dengan demikian sistem ekonomi dapat berupa konsep, rencana, kebijakan, dan adat istiadat yang ada hubungannya dengan ekonomi. Termasuk juga tindakan-tindakan dan interaksi antara para produsen, pedagang tengkulak, ahli transpor dan pengecer dengan para konsumen atau berbagai unsurnya, seperti peralatan, komoditi, dan benda-benda ekonomi. Serupa dengan hal tersebut, sistem religi juga dapat mempunyai wujud sebagai sistem keyakinan dan gagasan tentang Tuhan, dewa-dewa, roh-roh halus, neraka, surga, dan lain-lain. Selain itu juga mencakup berbagai bentuk upacara (baik yang musiman ataupun yang kadang kala) maupun berupa benda-benda suci serta religius. Kesenian pun dapat berwujud berbagai gagasan, ciptaan, pikiran, dongeng atau syair yang indah, tetapi juga dapat berwujud sebagai tindakan, interaksi antarsesama seniman pencipta, penyelenggara, sponsor kesenian, pendengar, penonton, maupun para peminat hasil kesenian.

Ketujuh unsur kebudayaan universal tersebut merupakan analisis dari perincian kebudayaan ke dalam bagian-bagian yang lebih khusus dan dapat dibandingkan dengan daftar-daftar pranata-pranata sosial. Walaupun ada persamaan antara keduanya, namun terdapat perbedaan dan persamaan pokok dalam unsur-unsur kebudayaan universal dan metode pembagian masyarakat oleh pranata.

Untuk menentukan bagian-bagian dari suatu kebudayaan, pada tahap pertama seorang ahli antropologi melakukan pendekatan holistik, yaitu mengamati kebudayaan yang bersangkutan (misalnya kebudayaan Minangkabau) secara keseluruhan. Setelah itu ditentukan bagian-bagian dari kebudayaan Minangkabau tersebut, misalnya sistem kekerabatan. Bagian-bagian khusus dari sistem kekerabatan meliputi perkawinan, keluarga inti, rumah tangga, dan lain-lain. Rincian dari unsur perkawinan ke dalam bagian-bagian yang lebih khusus akan diperoleh, yaitu adat melamar, upacara pernikahan, penyerahan mas kawin dan lain-lain.

Adapun metode yang biasanya digunakan oleh para ahli sosiologi adalah menentukan pranata yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini masyarakat tidak dipandang sebagai suatu keseluruhan yang kemudian dipilah-pilah dalam pranata-pranata, tetapi dimulai dari seluruh pranata yang telah ditentukan untuk diteliti. Misal: pertunjukan Srimulat, yaitu dengan cara menganalisis organisasinya, latar belakang sosial, dan pendidikan para pemainnya, serta gagasan-gagasan yang melatarbelakangi inti cerita, dan sebagainya.

Pada tahap kedua, setiap adat sebaiknya dibagi ke dalam “kompleks budaya”. Begitu juga setiap aktivitas sosial lebih lanjut dibagi ke dalam “kompleks sosial”, sedangkan benda kebudayaan tidak berubah.

Pada tahap ketiga, setiap kompleks budaya dibagi-bagi menjadi “tema-tema budaya”. Tiap-tiap kompleks sosial lebih lanjut diuraikan menjadi berbagai jenis “pola sosial” dan seperti pada tahap kedua, benda kebudayaan tidak mengalami perubahan seperti juga pada tahap berikutnya.

Pada tahap keempat setiap tema budaya dapat dirinci lagi ke dalam gagasan dan setiap pola sosial ke dalam “tindakan”.

Sebagai contoh, sebuah unsur kebudayaan dapat dirinci ke dalam sub-sub unsur budaya sebagai berikut: perburuan, perladangan, perdagangan, perkebunan, pertamanan, perindustrian, industri pertambangan, dan lain-lain. Wujud tiap bagian tersebut adalah adatnya, sementara wujud sistem sosialnya adalah kebudayaan berupa peralatan yang digunakan. Organisasi sosial pun dapat dirinci, antara lain kekerabatan, sistem komunitas, sistem pelapisan sosial, sistem pimpinan, sistem politik, dan lain-lain.

Dalam organisasi sosial juga terdapat beberapa sifatnya yang universal, yaitu sistem kekerabatan. Sistem kekerabatan sebaiknya dimasukkan dalam “adat” atau komplek budaya, karena hanya berupa sub khusus saja dari “organisasi sosial”.

Irigasi, pengelola dan penggarap tanah, pemrosesan serta pengawetan hasil tanaman, adalah contoh “adat dan aktivitas sosial” yang diuraikan ke dalam beberapa kompleks kebudayaan dan sosial. Demikian juga perkawinan, tolong-menolong antarkerabat, pergaulan, sopan santun, dan lain-lain. Setiap unsur tersebut memiliki peralatan masing-masing.

Unsur-unsur yang bersifat universal, misalnya “perkawinan”. Namun seperti halnya sistem kekerabatan, sistem perkawinan sebaiknya tidak disebut “unsur kebudayaan universal” tetapi tetap kompleks budaya dan kompleks sosial, sehingga perkawinan dirinci ke dalam melamar, upacara perkawinan, perayaan, mas kawin, harta bawaan mempelai wanita, poligami, perceraian, talak, rujuk, dan lain-lain.

Tahap perincian terakhir adalah “gagasan” dan “tindakan”, sehingga mas kawin dapat diperinci lagi menjadi sub-sub unsur seperti, bagian dari mas kawin berupa tanah, ternak, benda-benda adat, perhiasan, uang dan lain-lain. Upacara penyerahan mas kawin, upacara pertukaran harta antara mempelai pria dan wanita, dan lain-lain.

Unsur-unsur terakhir biasanya tidak bersifat universal karena sudah khusus sifatnya. Harta mas kawin berupa tanah bukan merupakan unsur universal. Namun unsur-unsur tersebut terdapat pada sejumlah kebudayaan suku bangsa peternak di Asia Timur. Oleh karena itu, suku-suku bangsa tersebut merupakan unsur yang dominan dari mas kawin.
LihatTutupKomentar